MAKALAH
ILMU SOSIAL
DAN BUDAYA DASAR
“KESETARAAN
GENDER”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
Abdulah
Abidin (H0512001)
Anggi
Rian Setiawan (H0512013)
Anik
Yuliani (H0512014)
Aprilia
Endah H. (H0512019)
Bayu
Kristanto (H0512027)
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
PENGANTAR
Keragaman
adalah perbedaan yang indah, sehingga dalam keragaman kita harus berpikir
keindahan yang sangat unik. Karena jika kita tidak melihat suatu perbedaan kita
tidak akan melihat suatu keindahan karena tidak ada perbandingan. Sayang banyak
individu melihat perbedaan atau keragaman yang berada disekitar mereka adalah
sesuatu yang salah. Seharusnya mereka dapat berpikir bagaimana kita dapat
menilai sesuatu jika kita tidak dapat membandingkan sesuatu. Aneh tapi itulah
kenyataan, kita akan mengerti sesuatu itu indah, itu baik, itu bagus ketika
kita sudah menemukan sesuatu pembanding untuk membandingkan sesuatu yang kita
nilai. Kita berpikir keindahan saat kita menemukan perbedaan sehingga kita dapat memberikan
sesuatu yang bearti dalam kehidupan kita.
Keragaman
atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan
dimasyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat
dan kebudayaan dimasa silam, kini dan diwaktu-waktu mendatang. Sebagai
fakta,keragaman sering disikapi secara berbeda. Disatu sisi diterima sebagai
fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi disisi lain dianggap
sebagai faktor penyulit.Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun
juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika
tidak dikelola dengan baik.Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan
keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inherent yang
dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama
yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi
manusia.
Kesetaraan derajat individu melihat individu
sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang
sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan asal rasial,suku
bangsa,kebangsawanan,kekayaan maupun kekuasaan.
KAJIAN
Kesetaraan
Gender adalah suatu keadaan setara antara wanita dan pria dalam hak (hukum) dan
kondisi (kualitas hidup). Gender adalah suatu
konsep yang digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi sosial dan budaya serta perbedaan
peran,sifat,sikap,atribut,perilaku yang berkembang di dalam masyarakat. Gender
juga sering berpendapat bahwa tidak ada manusia yang diberi status hak istimewa
atas dasar jenis kelamin, yang menjadi dasar adalah kemampuannya.Perbedaan
gender tersebut juga menimbulkan ketidakadilan.Kesetaraan dan keadilan
gender yaitu suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial laki-laki dan
perempuan setara, serasi, seimbang dan harmonis, kondisi ini dapat terwujud
apabila terdapat perlakuan adil antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini penerapannya
harus memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan
perhitungan secara matematis (quota) dan tidak bersifat universal. Adapun prinsip-prinsip kesetaraan
tersebut adalah :
1. Perempuan dan Laki-laki sama sebagai
hamba Allah SWT
2. Perempuan dan Laki-laki sebagai khalifah
di bumi
3.
Perempuan
dan Laki-laki sama-sama berpotensi dalam meraih prestasi
Secara
umum di dalam agama juga sudah dijelaskan bahwa
laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan atau posisi yang sama tanpa
ada perbedaan.Masing-masing adalah ciptaan Allah SWT yang dibebani tanggung
jawab untuk beribadah,malaksanakan perintah-NYA dan menjauhi larangan-NYA.
Didalam
perbedaan kodrat bukan berarti laki-laki
dan perempuan menjadi sama dalam segala
hal.Karena pada kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa antara laki-laki dan
perempuan terdapat perbedaan yang mendasar,walau kita lihat dengan kasat mata
sekalipun.Secara biologis dan fisik Wanita dan Laki-laki jelas berbeda.Begitupun
dari sisi sifat,pemikiran,emosi,kecenderungan dan potensi masing-masing juga
berbeda .
PEMBAHASAN
Isu mengenai
gender akhir-akhir ini semakin menarik
berbagai kalangan tidak terkecuali bagi masyarakat luas. Bahkan,
perhatian terhadap persoalan gender ini seolah-olah menjadi tolok ukur tingkat kemajuan atau kemodernan sebuah
komunitas. Artinya, sebuah komunitas
dikatakan maju atau modern jika memiliki perhatian atau kepedulian terhadap gender, dan sebaliknya. Hanya saja, mungkin yang masih perlu
dipertimbangakan ialah bahwa persoalan
gender atau persoalan hubungan laki-laki dan perempuan, semestinya selain
dikaji dari sisi empirik baik dari perspektif sosiologis, antropologis,
psikologis, sejarah atau lainnya, yang
tidak kurang pentingnya adalah mengkaji dari sisi doktrin.
Isu gender
sesungguhnya sudah menjadi bahan perbincangaan. Yang digunakan sebagai dasar pijakan perbincangan, dari dulu hingga saat ini masih sama, yaitu menuntut agar dibangun kesetaraan
dan keadilan. Berbagai
pihak memandang atau paling tidak
merasakan bahwa selama ini masih terdapat ketidaksetaraan dan ketidakadilan di
berbagai lapisan. Bahkan di antara orang
yang paling dekatpun, yaitu antara laki-laki dan perempuan masih terjadi. Perempuan dalam
banyak kasus masih diposisikan pada wilayah yang kurang teruntungkan. Mereka
(perempuan) banyak yang ditinggalkan, kurang diberi hak dan wewenang yang cukup
dan bahkan kadangkala dilecehkan. Kondisi seperti itulah, kiranya yang ingin
diperjuangkan selama ini.
Keadilan dalam kehidupan bermasyarakat adalah hakiki, sentral, mutlak, dan harus selalu diperjuangkan. Tetapi pada
kenyataannya, betapa susahnya memperoleh rasa keadilan itu, dan sebaliknya
betapa mudahnya kita dapat menyaksikan dan merasakan yang bernama ketidakadilan
itu. Kita selalu hidup dalam suasana ketidakadilan. Ketidakadilan terjadi di mana saja. Ketidakadilan itu tidak saja bersumber dari adanya perbedaan status antara
laki-laki dan perempuan, tetapi juga terhadap berbagai kategori dalam berbagai
komunitas lainnya. Kita saksikan misalnya, ketidakadilan itu antara yang
terdidik dengan yang tak terdidik, antara yang lemah dengan yang kuat, antara buruh
dan majikan, antara yang kaya dan miskin, antara yang berkuasa dengan yang tak berkuasa, dan masih banyak lagi
lainnya. Kategori-kategori seperti ini
melahirkan pembagian yang dirasakan tak seimbang dan melahirkan rasa
ketidakadilan itu.
Terkait dengan persoalan gender,pihak-pihak yang
tertindas dan merasa diberlakukan tidak adil, pada saat ini tidak selalu
diderita oleh pihak-pihak perempuan
melainkan juga terjadi pada pihak laki-laki. Pihak perempuan
diperlakukan tidak setara dan kemudian tidak adil bukan semata-mata karena
status keperempuannya. Inilah awal dari bias gender yang mesti kita luruskan.
Berbeda dengan hal itu, dalam realita tidak sedikit kasus laki-laki atau suami
justru diperlakukan tidak adil oleh isterinya.Seorang suami karena posisinya
terkalahkan oleh sang isteri, ia harus menanggung beban fisik dan psikis
sekaligus.
Permasalahan seperti di atas jumlahnya
semakin banyak.
Laki-laki yang mengalami nasib seperti ini lantaran ia memiliki kelemahan dan atau kekurangan di hadapan
isterinya. Hal ini penting, untuk
mengingatkan bahwa ketidakadilan bukan
semata-mata hanya menimpa seseorang berjenis kelamin tertentu, melainkan yang
lebih penting adalah karena adanya kekuatan yang tak seimbang dan suasana adanya
tingkat rasa kasih sayang yang lemah. Rasa kasih sayang menunjukkan
betapa pentingnya sikap itu ditumbuhkan dalam upaya membangun rasa keadilan
itu. Dalam suasana ketidaksetaraan masih mungkin dibangun rasa keadilan jika di
sana tumbuh kasih sayang itu.
Dalam upaya meningkatkan emansipasi
dan peran wanita, tidak perlu membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, tetapi yang
justru lebih penting adalah bagaimana memperkukuh pihak-pihak yang lemah hingga akhirnya
terjadi kesetaraan itu. Kaum perempuan yang tertindas,terabaikan hak-haknya,terkuasai
bukan karena status keperempuannya, melainkan lebih banyak disebabkan oleh kelemahan-kelemahan
yang disandangnya, misalnya dari aspek pendidikan, ekonomi, social dan lainnya. Oleh karena itu pemberdayaan perempuan
seharusnya dilakukan lewat
program-program yang berujung pada upaya memperkukuh perempuan dari
berbagai aspeknya itu.
Dalam masyarakat demokratis
seperti sekarang ini, gender (equality) tidak cukup hanya dimaknai sebagai diperolehnya hak yang
sama antara laki-laki dan perempuan tetapi juga bagaimana perempuan bisa
mengembangkan diri dan kemampuannya sampai
tingkat maksimal, tanpa harus kehilangan jati diri dan harkatnya sebagai
perempuan. Sebab, apa artinya persamaan
hak tersebut jika tidak bisa mengangkat citra perempuan itu sendiri. Dalam
perspektif konvensional gender (equality) tampaknya memang sekedar perolehan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan.Maka ke
depan, dalam membangunan sebuah bangsa, perempuan seharusnya tidak boleh dipandang dan diposisikan dalam
peran-peran pinggiran, tetapi
harus diletakkan pada posisi strategis dan mulia, apalagi di lingkungan
keluarga.Jadi pada intinya antara laki-laki dan perempuan meliliki hak-hak yang
sama dan hanya dalam hal-hal tertentu saja yang membedakan.
REFLEKSI
DIRI
Mengenai masalah tentang Kesetaraan
Gender tersebut kelompok kami berpendapat bahwa antara laki-laki dan perempuan
memiliki hak dan posisi yang sama, yang
membedakan keduanya hanya dari segi fisik dan biologisnya saja. Kesetaraaan
gender bukan berarti laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama
dalam segala hal, akan tetapi laki-laki dan perempuan harus sadar dan
mengetahui kodrat mereka masing-masing.Walaupun laki-laki dapat melakukan
pekerjaan perempuan ataupun sebaliknya,tetapi laki-laki tetap bertanggung jawab
sepenuhnya dan bertindak sebagai kepala keluarga. Memang pada dasarnya
laki-laki itu merupakan seorang khalifah (pemimpin) bagi seorang perempuan, karena
laki-laki yang bertanggungjawab menjaga,melindungi,dan memberi nafkah kepada
keluarganya. Namun pada proses perjalanan hidup wanita bisa saja mengambil alih
peran laki-laki jika laki-laki tersebut benar-benar tidak bisa atau berhalangan
melaksanakan perannya. Namun demikian,
perempuan itu tidak harus selalu dibelakang dalam segala hal. Misal dari
kalangan mahasiswa, jika dalam suatu kelompok yang mendapat tugas membuat
makalah, tidak harus laki – laki yang mulai mengerjakan, mengkoordinir,
meyampaikan presentasi. Tapi itu disesuaikan dengan kemampuan, keterampilan dan
keadaan yang ada pada diri masing – masing.
www.facebook.com/anggiriansetiawan