Senin, 29 Oktober 2012

Kesetaraan Gender


MAKALAH
 ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR
 “KESETARAAN GENDER”


DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
Abdulah Abidin          (H0512001)
Anggi Rian Setiawan  (H0512013)
Anik Yuliani               (H0512014)
Aprilia Endah H.         (H0512019)
Bayu Kristanto            (H0512027)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012

PENGANTAR

Keragaman adalah perbedaan yang indah, sehingga dalam keragaman kita harus berpikir keindahan yang sangat unik. Karena jika kita tidak melihat suatu perbedaan kita tidak akan melihat suatu keindahan karena tidak ada perbandingan. Sayang banyak individu melihat perbedaan atau keragaman yang berada disekitar mereka adalah sesuatu yang salah. Seharusnya mereka dapat berpikir bagaimana kita dapat menilai sesuatu jika kita tidak dapat membandingkan sesuatu. Aneh tapi itulah kenyataan, kita akan mengerti sesuatu itu indah, itu baik, itu bagus ketika kita sudah menemukan sesuatu pembanding untuk membandingkan sesuatu yang kita nilai. Kita berpikir keindahan saat kita menemukan perbedaan sehingga kita dapat memberikan sesuatu yang bearti dalam kehidupan kita.
Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan dimasyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan dimasa silam, kini dan diwaktu-waktu mendatang. Sebagai fakta,keragaman sering disikapi secara berbeda. Disatu sisi diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi disisi lain dianggap sebagai faktor penyulit.Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik.Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inherent yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia.
 Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan asal rasial,suku bangsa,kebangsawanan,kekayaan maupun kekuasaan.

  


KAJIAN

Kesetaraan Gender adalah suatu keadaan setara antara wanita dan pria dalam hak (hukum) dan kondisi (kualitas hidup). Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial dan budaya serta perbedaan peran,sifat,sikap,atribut,perilaku yang berkembang di dalam masyarakat. Gender juga sering berpendapat bahwa tidak ada manusia yang diberi status hak istimewa atas dasar jenis kelamin, yang menjadi dasar adalah kemampuannya.Perbedaan gender tersebut juga menimbulkan ketidakadilan.Kesetaraan dan keadilan gender  yaitu suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial laki-laki dan perempuan setara, serasi, seimbang dan harmonis, kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara laki-laki dan  perempuan. Dalam hal ini penerapannya  harus memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara matematis (quota) dan tidak bersifat universal. Adapun prinsip-prinsip kesetaraan tersebut adalah :
1.      Perempuan dan Laki-laki sama sebagai hamba Allah SWT
2.      Perempuan dan Laki-laki sebagai khalifah di bumi
3.       Perempuan dan Laki-laki sama-sama berpotensi dalam meraih prestasi
Secara umum di dalam agama juga sudah dijelaskan bahwa  laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan atau posisi yang sama tanpa ada perbedaan.Masing-masing adalah ciptaan Allah SWT yang dibebani tanggung jawab untuk beribadah,malaksanakan perintah-NYA dan menjauhi larangan-NYA.
Didalam perbedaan kodrat bukan berarti  laki-laki dan perempuan  menjadi sama dalam segala hal.Karena pada kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan yang mendasar,walau kita lihat dengan kasat mata sekalipun.Secara biologis dan fisik Wanita dan Laki-laki jelas berbeda.Begitupun dari sisi sifat,pemikiran,emosi,kecenderungan dan potensi masing-masing juga berbeda .




PEMBAHASAN

Isu mengenai gender akhir-akhir ini semakin menarik  berbagai kalangan tidak terkecuali bagi masyarakat luas. Bahkan, perhatian terhadap persoalan gender ini seolah-olah menjadi  tolok ukur  tingkat kemajuan atau kemodernan sebuah komunitas. Artinya, sebuah komunitas dikatakan maju atau modern jika memiliki perhatian atau kepedulian terhadap gender, dan sebaliknya. Hanya saja, mungkin yang masih perlu dipertimbangakan ialah  bahwa persoalan gender atau persoalan hubungan laki-laki dan perempuan, semestinya selain dikaji dari sisi empirik baik dari perspektif sosiologis, antropologis, psikologis, sejarah  atau lainnya, yang tidak kurang pentingnya adalah mengkaji dari sisi doktrin. 
            Isu gender sesungguhnya sudah menjadi bahan perbincangaan. Yang digunakan sebagai dasar pijakan perbincangan, dari dulu hingga saat ini masih sama, yaitu menuntut agar dibangun kesetaraan dan keadilan. Berbagai pihak memandang atau paling tidak merasakan bahwa selama ini masih terdapat ketidaksetaraan dan ketidakadilan di berbagai lapisan. Bahkan  di antara orang yang  paling dekatpun, yaitu antara laki-laki dan perempuan masih terjadi. Perempuan dalam banyak kasus masih diposisikan pada wilayah yang kurang teruntungkan. Mereka (perempuan) banyak yang ditinggalkan, kurang diberi hak dan wewenang yang cukup dan bahkan kadangkala dilecehkan. Kondisi seperti itulah, kiranya yang ingin diperjuangkan  selama ini.
            Keadilan dalam kehidupan bermasyarakat adalah  hakiki, sentral, mutlak,  dan harus selalu diperjuangkan. Tetapi pada kenyataannya, betapa susahnya memperoleh rasa keadilan itu, dan sebaliknya betapa mudahnya kita dapat menyaksikan dan merasakan yang bernama ketidakadilan itu. Kita selalu hidup dalam suasana ketidakadilan. Ketidakadilan terjadi  di mana saja. Ketidakadilan itu tidak saja bersumber dari adanya perbedaan status antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga terhadap berbagai kategori dalam berbagai komunitas lainnya. Kita saksikan misalnya, ketidakadilan itu antara yang terdidik dengan yang tak terdidik, antara yang lemah dengan yang kuat, antara buruh dan majikan, antara yang kaya dan miskin, antara yang berkuasa dengan yang tak berkuasa, dan masih banyak lagi lainnya.   Kategori-kategori seperti ini melahirkan pembagian yang dirasakan tak seimbang dan melahirkan rasa ketidakadilan itu.
             Terkait dengan persoalan gender,pihak-pihak yang tertindas dan merasa diberlakukan tidak adil, pada saat ini tidak selalu diderita oleh pihak-pihak perempuan  melainkan juga terjadi pada pihak laki-laki. Pihak perempuan diperlakukan tidak setara dan kemudian tidak adil bukan semata-mata karena status keperempuannya. Inilah awal dari bias gender yang mesti kita luruskan. Berbeda dengan hal itu, dalam realita tidak sedikit kasus laki-laki atau suami justru diperlakukan tidak adil oleh isterinya.Seorang suami karena posisinya terkalahkan oleh sang isteri, ia harus menanggung beban fisik dan psikis sekaligus.
            Permasalahan seperti di atas jumlahnya semakin banyak. Laki-laki  yang mengalami nasib seperti ini lantaran ia memiliki kelemahan dan atau kekurangan di hadapan isterinya. Hal ini penting, untuk mengingatkan  bahwa ketidakadilan bukan semata-mata hanya menimpa seseorang berjenis kelamin tertentu, melainkan yang lebih penting adalah karena adanya kekuatan yang tak seimbang  dan suasana adanya tingkat  rasa kasih sayang yang lemah. Rasa kasih sayang menunjukkan betapa pentingnya sikap itu ditumbuhkan dalam upaya membangun rasa keadilan itu. Dalam suasana ketidaksetaraan  masih mungkin dibangun rasa keadilan jika di sana tumbuh kasih sayang itu.
            Dalam upaya meningkatkan emansipasi dan peran wanita, tidak perlu membeda-bedakan  antara laki-laki dan perempuan, tetapi yang justru lebih penting adalah bagaimana memperkukuh  pihak-pihak yang lemah hingga akhirnya terjadi kesetaraan itu. Kaum perempuan yang tertindas,terabaikan hak-haknya,terkuasai bukan karena status keperempuannya, melainkan lebih banyak disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang disandangnya, misalnya dari aspek pendidikan,  ekonomi, social dan lainnya. Oleh karena itu pemberdayaan perempuan  seharusnya dilakukan lewat  program-program yang berujung pada upaya memperkukuh perempuan dari berbagai aspeknya itu.      
            Dalam masyarakat demokratis seperti  sekarang ini,  gender (equality) tidak cukup  hanya dimaknai sebagai diperolehnya hak yang sama antara laki-laki dan perempuan tetapi juga bagaimana perempuan bisa mengembangkan diri dan kemampuannya sampai  tingkat maksimal, tanpa harus kehilangan jati diri dan harkatnya sebagai perempuan. Sebab, apa artinya persamaan hak tersebut jika tidak bisa mengangkat citra perempuan itu sendiri. Dalam perspektif konvensional  gender (equality) tampaknya memang sekedar perolehan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan.Maka ke depan, dalam  membangunan sebuah bangsa, perempuan seharusnya tidak boleh dipandang dan diposisikan dalam  peran-peran  pinggiran, tetapi harus diletakkan pada posisi strategis dan mulia, apalagi di lingkungan keluarga.Jadi pada intinya antara laki-laki dan perempuan meliliki hak-hak yang sama dan hanya dalam hal-hal tertentu saja yang membedakan.

REFLEKSI DIRI

Mengenai masalah tentang Kesetaraan Gender tersebut kelompok kami berpendapat bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki hak dan posisi yang sama,  yang membedakan keduanya hanya dari segi fisik dan biologisnya saja. Kesetaraaan gender bukan berarti laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama dalam segala hal, akan tetapi laki-laki dan perempuan harus sadar dan mengetahui kodrat mereka masing-masing.Walaupun laki-laki dapat melakukan pekerjaan perempuan ataupun sebaliknya,tetapi laki-laki tetap bertanggung jawab sepenuhnya dan bertindak sebagai kepala keluarga. Memang pada dasarnya laki-laki itu merupakan seorang khalifah (pemimpin) bagi seorang perempuan, karena laki-laki yang bertanggungjawab menjaga,melindungi,dan memberi nafkah kepada keluarganya. Namun pada proses perjalanan hidup wanita bisa saja mengambil alih peran laki-laki jika laki-laki tersebut benar-benar tidak bisa atau berhalangan melaksanakan perannya. Namun demikian, perempuan itu tidak harus selalu dibelakang dalam segala hal. Misal dari kalangan mahasiswa, jika dalam suatu kelompok yang mendapat tugas membuat makalah, tidak harus laki – laki yang mulai mengerjakan, mengkoordinir, meyampaikan presentasi. Tapi itu disesuaikan dengan kemampuan, keterampilan dan keadaan yang ada pada diri masing – masing.

 www.facebook.com/anggiriansetiawan